Review Film The Blind Side

Kisah Persahabatan Manusia di Tengah Isu Rasial
Judul                : The Blind Side
Sutradara         : John Lee Hancock
Rilis                 : 2010
Durasi              : 129 menit
Genre               : Drama-biographical-sport

Kehidupan memang memberikan banyak pilihan untuk dijalani, dan pilihan terkadang tak semudah apa yang kita bayangkan. Apalagi pilihan yang kita ambil, tidaklah selaras dengan pemikiran orang kebanyakan. Ya, meskipun itu adalah pilihan kebajikan yang berasal dari hati nurani manusia sejati. Sebut saja mereka yang sering menertawakan pilihan kebajikan adalah orang yang buta, meski pada kenyataannya mereka tidak buta secara fisikal, melainkan buta secara spiritual.
Well, inilah kisah nyata dari Michael Oher—pemain terbaik bertahan di NFL (National Football League) USA. Michael memang bukanlah pemain dengan bayaran tertinggi di timnya. Karena dia bukan seorang quarterback. Namun tanpanya, mungkin pemain dengan bayaran tertinggi juga takkan pernah menduduki posisinya. Ibaratkan saja seperti tagihan yang dikeluarkan ibu rumah tangga, yang pertama pasti adalah tagihan hipotik rumah, namun tagihan kedua yang riskan untuk disepelekan adalah tagihan asuransi. Ibarat asuransi, Michael memberikan perlindungan kepada pemain utama (quarterback) untuk membawa bola ke garis finish dengan cara menghentikan musuh yang akan merebut bola dari quarterback.
Film besutan sutradara John Lee Hancock yang diadaptasi dari buku Michael Lewis yang laris di tahun 2006, dengan judul yang sama “The Blind Side: Evolution Of A Game” ini secara garis besar menceritakan tentang kisah nyata dari perjalanan hidup Michael Oher (Quinton AaronTim)—seorang keturunan Afro Amerika—yang dipelihara oleh negara sejak kecil, kemudian dijadikan anak angkat oleh keluarga Tuohy. Di mana memang sejak awal, kehidupan dari Michael Oher tidaklah dapat dikatakan sebagai kehidupan yang ‘good life’. Sewaktu kecil, Michael telah diambil secara paksa oleh negara dengan alasan ibunya adalah seorang pecandu narkoba.
Semasa anak-anak hingga remaja, Michael hidup dengan keluarga asuh. Dengan kenangan masa kecil yang kelam dan juga kasih sayang yang kurang dari keluarga barunya, Michael tumbuh menjadi sosok yang pendiam. Ditambah pula dengan badannya yang besar, tinggi, serta kulit hitam khas Afro Amerika, Michael pun akhirnya mendapatkan julukan  ‘Big Mike’. Selain mendapatkan julukan itu, negara juga menjuluki Michael sebagai seorang ‘pelari’, karena seringnya ia menghilang dan melarikan diri dari keluarga asuhnya secara tiba-tiba.
Suatu ketika Michael didaftarkan di sekolah yang baru oleh ayah temannya sebagai murid pindahan. Catatan yang ada dari sekolah terdahulu menunjukkan bahwa Michael adalah murid dengan IQ 80 dan kebanyakan mata pelajarannya mendapatkan nilai ‘D’. Hanya saja Michael agak pandai dalam olahraga. Di sekolah barunya, Michael bertemu dengan Sean Tuohy, atau biasa dipanggil SJ (Sean Junior)  yang diperankan oleh Jae Head.
Lalu, pada suatu malam yang basah, keluarga Tuohy mendapati Michael berjalan sendirian di jalanan. Melihat hal tersebut, Leigh Anne (Sandra Bullock) segera menghampirinya dan menanyakan kemana gerangan tujuan Michael. Karena Michael adalah seorang tunawisma, maka malam itu ia hanya ingin menghangatkan diri di gym. Tetapi karena kebaikan hati Leigh Anne, akhirnya Michael pun diajak untuk tinggal di tempat yang lebih layak daripada gym untuk menghabiskan malam, yaitu rumahnya.
Sejak saat itu, Michael tinggal lebih lama dengan keluarga Tuohy. Mulai belajar permainan football dengan pelatih dan teman-temannya di sekolah, bahkan juga dengan bantuan dari SJ. Seiring waktu berjalan, nilai-nilai Michael juga mengalami peningkatan, meski tidak secara signifikan. Yang lebih mengejutkan adalah ketika Leigh Anne mendapatkan informasi dari sekolah bahwa Michael unggul 90 % dalam kategori “Protective Insting. Inilah yang tidak disadari Leigh Anne atau siapa pun sejak awal tentang diri Michael. Kebanyakan orang, bahkan hanya melihat sisi Michael dengan kategori akademiknya saja dan malah menganggap Michael sebagai murid yang bodoh.
Selama ini, dukungan dari keluarga Tuohy sangat menggugah jiwa Michael untuk tetap semangat dalam menjalani hidup di antara masa lalunya yang kelam. Bahkan dalam sebuah adegan ketika Michael mengalami dilema hebat, Leigh Anne tetap tidak memaksakan kehendak Michael untuk membuat pilihan hidupnya. “it’s your decision, Michael. It’s your life. I want you to do, whatever your want”. Itulah kebaikan dan cinta sejati yang diberikan oleh Leigh Anne kepada Michael. Meski nyatanya, ia sendiri memang bukanlah ibu biologis dari Michael.
Di luar cerita, akting dari Sandra Bullock sendiri sebagai Leigh Anne juga sangat memuaskan. Pada beberapa adegan, ia nampak sangat percaya diri dan elegan dalam memerankan seorang ibu yang tegas sekaligus baik hati. Maka tak khayal juga, jika Sandra Bullock pun akhirnya berhasil menyabet juara dalam perhelatan penghargaan film paling bergengsi dalam perfilman Amerika, yaitu Piala Oscar sebagai Pemenang Aktris Terbaik pada tahun 2010. Sedangkan film “The Blind Side” sendiri juga masuk ke dalam daftar nominasi Piala Oscar dalam jajaran Film Terbaik pada tahun 2010.
Di samping prestasi, tentunya film “The Blind Side” juga memiliki kelemahan. Di antaranya adalah munculnya adegan-adegan yang akan membuat penonton merasa boring. Akting dari QuintonAaronTim sendiri dalam memerankan sosok Michael Oher—tokoh utama yang dikisahkan dalam film—juga tidak terlalu mengesankan sebagaimana akting  Sandra Bullock dalam memerankan Leigh Anne.
Kendatipun demikian, apabila ditilik dari segi isi, film ini sangat direkomendasikan bagi semua kalangan. Sebab, banyak sekali pesan moral yang perlu diinternalisasikan dan diaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Bagi orang tua, memberikan kebebasan dalam setiap tindakan anak adalah hal yang bijak, asalkan tetap disertakan bimbingan dan pengarahan, sedangkan bagi seorang guru, tak ada kata lain selain memberikan bimbingan, bimbingan dan motivasi. Tak ada murid yang bodoh, yang ada hanya mereka belum sepenuhnya tahu akan bakat dan kemampuan yang mereka miliki. Lebih dari itu, film ini nyatanya juga membawakan pesan moral tersendiri bagi kita dalam mengkonsepkan pemikiran terhadap isu sosial tentang kemajemukan budaya dan rasial.
Lantas, apakah yang spesial dari kisah Michael Oher dibandingkan dengan kisah-kisah heroik lainnya seperti kisah Lincoln atau Margaret Thatcher dalam film biografinya “The Iron Lady”. Tentunya, kisah hidup setiap orang memiliki jalan pikirannya masing-masing. Lincoln dengan kisah perjuangannya meloloskan amandemen anti  perbudakan dan Margaret Thatcher dengan kisah kepemimpinannya yang tegas dan ambisius, sedangkan Michael Oher sendiri memang bukanlah tokoh yang dikisahkan sebagai seorang yang heroik atau menjadi salah satu tokoh yang dikenang dalam sejarah seperti Lincoln dan Margaret. Namun yang  jelas, kisah Michael yang dihadirkan dalam film ini nyatanya juga telah berjalan di atas kisahnya sendiri. Kisah yang tentunya tak kalah menarik dengan kisah heroik Lincoln atau tokoh-tokoh lainnya yang termaktub dalam buku sejarah. Michael Oher, seorang keturunan Afro-Amerika yang hidup dalam era yang lebih modern, dengan segala macam problem nyata yang membumbuinya. Kisah yang menggambarkan persahabatan dari seorang kulit hitam dengan keluarga kulit putih di tengah-tengah realitas sosial yang ada di Amerika tentang isu rasial. Lalu bagaimana dan seperti apa sepak terjang perjalanan hidup Michael Oher dari seorang tunawisma yang nyatanya tak pernah mendapatkan kasih sayang khusus dari orang tua kandungnya hingga menjadi seorang bintang terkenal di Baltimore Ravens sebagai pemain terbaik bertahan? Lalu siapakah kelurga Tuohy? Dan apa alasan mereka mengambil Michael sebagai anak angkat, meski pada awalnya mereka sama sekali tak tahu menahu soal rahasia Michael? Kisahnya akan dibeberkan secara  flashback di dalam film yang berdurasi 129 menit ini. Selamat menyaksikan.
Tidak ada komentar

Tidak ada komentar :

Posting Komentar