Laporan Perjalanan ke Goa Siem dan Lo Bangi

Goa…. Mendengarnya saja sudah membuat jantung kembang kempis bercampur merinding bulu kuduk karena takut. Apalagi yang mempunyai claustrophobia akutBisa dijamin, orang yang mempunyaiphobia akan tempat gelap dan sempit tersebut tidak akan berani masuk goa. Tapi untung saja, aku tidak punya sindrom seperti itu. Aku malah suka berpetualang masuk goa. Menurutku masuk goa itu seru dan penuh tantangan seperti dalam film “The Journey to the Center of the Earth”.
Pengenalan divisi Caving adalah pendidikan kami yang ketigasetelah Konservasi dan Gunung Hutan. Secara rutin,pengenalan divisi untuk caving selalu dilaksanakan di goa Siem, Lo, dan Bangi. Goa-goa ini terletak di daerah Malang Selatan. Lebih tepatnya di desa Kedung Salam kecamatan Donomulyo kabupaten Malang. Rute yang dilewati searah dengan rute yang dipakai untuk ke pantai Ngliyep. Salah satu pantai di daerah Malang selatan yang tak kalah cantik dengan  pantaiBalekambang.
Sebelum pemberangkatan pada tanggal 1 Maret 2013 dimulai, seperti biasanya kami mengadakan upacara pemberangkatan terlebih dahulu. Setelah semua packing alat dan keperluan pribadi selesai, kami langsung berkumpul mengitari kolam milik “MPA Jonggring Salaka”. Untuk kali ini, aku ditugaskan untuk menjadi MC. Sehingga langsung saja aku buka upacara hari itu dengan ucapan salam dan kata-kata mutiara “Sekata…Sehati…Setujuan”.
Upacara selesai dan kami langsung menuju truk. Ketika semuanya sudah masuk ke dalam truk, inilah saatnya kami untuk berangkat. Kami berangkat sekitar pukul 15.00. Truk yang kami tumpangi ternyata modelnya sama dengan truk yang kami pakai waktu pengenalan divisi Gunung Hutan kemarin. Di sisi atasnya terdapat terpalyang menutupi sebagian besar isi truk. Sehingga aku memutuskan untuk memilih tempat di dekat pintu belakang truk. Tapi dari sisi ini ternyata sama saja. Aku tidak bisa menikmati pemandangan di luar truk. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk duduk dan memejamkan mata.
Udara panas kota Malang menemani perjalanan kami siang itu. Sungguh pengap rasanya. Apalagi aku memakai baju rangkap 2. Kaos putih lengan panjang ditambah jaket merah lengan hitam berlogokan gambar burung penguin milik Sistem Operasi Linux  di dadanya. Aku juga membawa sebuah slayer warna biru bergambarkan karikatur Bob Marley. Slayer ini kugunakan untuk menutup mata disaat aku ingin tidur.
Perjalanan kami terseok-seok melintasi Kepanjen-Pagak-Donomulyo sekitar 4 jam. Siang sudah semakin berlalu. Dan hari sudah semakin sore. Sekitar Pukul 17.20, tanda-tanda sampai tempat tujuan dirasa sudah semakin dekat. Truk mulai masuk gang sempit dengan jalan yang berbatu. Seisi truk seperti dikoyak. Berkali-kali aku mendengar bunyi benturan benda keras. Glodak…glodak… dan truk mulai berhenti ketika sampai di ujung persimpangan jalan. Kami langsung bergegas menurunkan carrier dan alat-alat. Kemudian segera bergerak menuju tempat camp yang tidak jauh dari perkampungan penduduk.
Langkah pertama yang kami lakukan ketika tiba di tempat campadalah mendirikan bivack menggunakan flysheet. Disamping bivackkami juga mendirikan beberapa tenda dome. Dengan sorotan lampu senter dan headlamp kami meraba-raba. Karena hari sudah semakin gelap. Setelah semua selesai kami langsung membeberkan matras dan membuka nasi bungkus yang kami bawa untuk mempersingkat jadwal memasak. Makan kali ini sungguh spesial. Lauknya dominan ayam goreng-salah satu makanan yang bisa dibilang favoritku. Selain ayam goreng juga ada daging sapi dan udang.
Makan selesai. Saatnya kami melakukan persiapan untuk masuk goa. Kami berkumpul berdasarkan kelompok. Kelompok Alpha akan menelusuri goa Siem. Sedangkan kelompok Beta akan menelusuri goaLo Bangi. Aku masuk kelompok Beta. Masing-masing dari kami langsung membuat Harnes Webbing. Untuk kelompok Alpha, harus menggunakan peralatan lengkap karena mereka akan menelusuri goa vertikal. Sedangkan untuk kelompok Beta cukup menggunakan harnes webbing, oval screw, carmantel, helm dan tak lupa alat untuk penerang jalan yaitu headlamp/senter. Hal ini di­karenakan kami akan menelusuri goa yang berbentuk horizontal. Namun karena peralatan terbatas, akhirnya kami harus bergantian dalam menggunakan Oval Screw.
Pemberangkatan dimulai sekitar pukul 20.30. Kami langsung berkumpul sesuai kelompok dan segera melakukan perjalanan menuju mulut goa. Perjalanan dari camp ke goa Lo Bangi membutuhkan waktu sekitar 10 menit. Sesampainya di mulut goa, pendamping langsung membuat instalasi untuk turun goa menggunakan carmantel. Setelah selesai, satu persatu dari kami langsung turun menuju goa dengan memasangkan oval screw ke carmantel.
Pengalaman pertama masuk goa sungguh tak terlupakan. Baru saja menginjak tanah dalam goa di depan mata sudah nampak ornamen-ornamen stalagtit dan stalagmit. Ada berbagai macam jenis ornamenstalagtit. Salah satunya yaitu Helectite. Helectite adalah stalagtit yang terkena hembusan angin sehingga menimbulkan cabang-cabang berambut seperti kawat berpilin dan mempunyai arah yang tak menentu. Bau khas dari goa juga sudah mulai menusuk hidung. Anyir campur pengap. Sambil menunggu teman-teman yang lain turun ke goa kami juga iseng memukul dinding-dinding goa sehingga menimbulkan suara nyaring seperti suara tabuhan gamelan.
Tak beberapa lama kemudian, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan ini awalnya biasa saja. Tapi semakin ke dalam, dinding atas goa terasa semakin menyempit. Untung saja kami memakai helm. Sehingga kepala kami dapat terlindungi dari tajamnya batuan kapur goa. Bisa dibayangkan jika masuk goa tidak menggunakan helm. Keluar dari goa dijamin kepala akan geger otak. Jalan setapak yang kami lewati juga dipenuhi oleh air. Menurut cerita para pendamping, dalam aliran air tersebut terdapat lele berwarna putih. Tapi sepanjang perjalanan menelusuri goa, kami tidak pernah bertemu dengan lele-lele tersebut. Yang kami temui hanyalah jangkrik goa dan laba-laba goa (Troglobion).
Semakin ke dalam, ornamen-ornamen yang ditampilkan goa semakin beragam. Mulai dari Draperies, Flow Stone, Dry Rimstone, dan ornamen goa lainnya yang tidak kukenal. Mereka seraya memanjakan mata kami dengan kilauan. Keindahan alam perut bumi memang tidak kalah menariknya dengan keindahan alam di luar perut bumi. Mereka mempunyai keunikan tersendiri dalam membentuk keajaiban alam meski dalam balutan rona keabadian malam.
Ornamen-ornamen seperti stalagtit dan stalagmit tidak terbentuk dalam kurun waktu yang singkat. Menurut para ahli speleologi butuh waktu 1 tahun dalam membentuk 0,22 mm stalagtit. Lambatnya pengendapan ini dipengaruhi oleh tidak adanya radiasi matahari yang menarik molekul air, kecilnya pergerakan udara dan campuran dalam batu kapur itu sendiri. Oleh karena itu, jika kita ingin melakukan olah raga penelusuran goa jangan sekali-kali ada niatan untuk menyentuhstalagtit maupun stalagmit. Hal ini dikarenakan zat asam yang terkandung dalam tangan kita akan merusak formasi dari ikatan kimia dalam stalagtit dan stalagmit tersebut. Batuan kapur mengandungKalsium Carbonat (CaCO3) sedangkan Kalsium Carbonat (CaCO3)mudah larut oleh asam lemah.
Perjalanan terus berlanjut. Di ujung lorong goa terdapat 2 belokan ke kanan dan ke kiri. Lorong kiri jalannya penuh air dan sempit. Sedangkan lorong kanan jalannya lebih sempit dari lorong kiri namun tidak terlalu banyak air. Leader memutuskan memilih lorong yang kanan. Semakin ke dalam lorong semakin sempit. Mulai dari jalan jongkok hingga harus merangkak seperti hewan melata. Inilah bagian yang kuanggap paling seru. Merangkak dan merangkak. Tak jarang juga kepala menyundul batuan kapur atap goa karena memang lorong goa ini terlalu sempit. Sekali lagi, peralatan safety seperti helm dalam hal ini sangat urgent kegunaannya.
Kami sudah masuk lorong goa agak jauh ke dalam. Namun tiba-tiba pendamping memutuskan untuk kembali ke persimpangan lorong goa terakhir. Mereka mengatakan bahwa di luar sedang hujan dan air akan memenuhi jalan di depan kami. Dan dengan terpaksa kami pun kembali lagi ke persimpangan lorong goa terakhir untuk mengambil lajur lorong sisi kiri. Lorong ini memang agak dipenuhi air. Sehingga kami harus berjalan jongkok sambil berendam di dalam air. Pertama kali berendam rasanya aneh. Namun setelah berulang kali berendam rasanya enak juga.
Pada pertengahan perjalanan kami juga menemukan beberapa ornamen goa yang unik. Diantaranya adalah Pool Rimstone yang berbentuk seperti lahan sawah berpetak-petak dan stalagmit yang berbentuk seperti kulit durian. Aku tidak tahu persis namanya. Yang jelas ornamen tersebut memang unik seperti kulit durian yang berjejer rapi. Selain ornamen yang unik, atap goa juga diisi dengan guano. Guano adalah kotoran kelelawar. Guano berbentuk seperti lidi pendek-pendek berwarna coklat kehitaman dan terkadang berisi belatung. Setelah busuk guano berubah warna menjadi putih. Guano busuk inilah yang sering kuraih karena ketidaktahuanku mengenai guano dan persepsiku yang salah mengenai goano busuk. Menurutku guano-guanobusuk itu adalah sampah dari karung plastik yang hanyut terbawa air kemudian masuk ke dalam goa. Sungguh sial!!!

Semakin lama kami melakukan penelusuran semakin banyak sampah yang kami temui. Hal ini memberikan pertanda bahwa mulut goa juga sudah semakin dekat. Dan tidak beberapa lama kemudian, akhirnya kami sampai di mulut goa. Satu-persatu dari kami langsung bergegas naik memanjat dinding goa untuk benar-benar meninggalkan goa. Pengalaman pertama masuk goa ini sungguh seru dan tak akan pernah terlupakan. Pokoknya Suuuper Sekali….!
Perjalanan pulang tidak terasa. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 01.30 pagi. Sesampai di camp kami langsung berganti pakaian dan menjemur baju yang basah terkena air dan lumpur. Saat itu kelompokAlpha belum pulang, sehingga kami memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Aku tidur di luar bersama teman-teman yang lain. Badan yang lelah sudah tak kuat menahan mata yang ingin terjaga. Senandung angin malam pun juga ikut menderu-deru secara perlahan melantunkan syair-syair pengantar tidur.  Dan akhirnya tidur pun tak bisa terbantahkan lagi.
Keesokan harinya aku bangun terlalu siang. Setelah aku bangun, kulihat anak-anak yang lain sudah ada yang mulai memasak danchecklist alat-alat. Tak beberapa lama kemudian makanan sudah siap untuk disantap. Dan kami pun langsung mengambil posisi berjejer, mengitari matras yang berisi nasi dan lauk pauk untuk makan. Selesai makan kami membeber matras dan berkumpul untuk mengadakan evaluasi. Kegiatan evaluasi berlangsung lancar. Latihan fisik dan kurangnya disiplin akan waktu menjadi topik utama lagi dalam evaluasi kali ini. Apakah hal ini akan terus berulang-ulang dan menjadi sebuah kebiasaan??? Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita belajar terlebih dahulu menginstropeksi diri masing-masing !
Evaluasi selesai pukul 13.30 lebih. Selesai evaluasi, kami “kelompok Beta” segera melakukan latihan pemantapan untuk penelusuran goa nanti malam. Langkah pertama yang kami lakukan adalah membuat instalasi menggunakan carmantel. Setelah itu, masing-masing dari kami “kelompok beta” langsung bergegas mengenakan peralatan lengkap seperti harnes webbing, tali prusik, carabiner, oval/delta screw, sling webbing serta figur. Langkah terakhir  adalah melakukan latihan pemantapan seperti raplingan, prusikan, dan transfer.
Latihan pemantapan berlangsung hingga sore sekitar pukul 16.30. Selesai latihan, kami semua langsung melakukan persiapan untuk memulai penelusuran goa. Untuk kali ini, kelompok Beta mendapat giliran menelusuri goa Siem. Goa Siem adalah goa berjenis vertikal. Dan alasan kami melakukan latihan pemantapan tadi sore adalah karena kelompok kami memang akan melakukan penelusuran goa vertikal. Sehingga diperlukan  persiapan yang matang agar penelusuran goa dapat berjalan dengan lancar.
Jam 19.30 kami “kelompok Beta” berangkat menuju goa Siem.Perjalanan menuju goa memakan waktu 15 menit. Kami harus masuk dan turun hutan untuk menemukan mulut goa Siem. Pertama masuk goa, sudah terasa bau dari goa yang pengap sekali. Dengan nafas yang terengah-engah, aku mencoba untuk tenang. Kupraktikan metode pengaturan nafas khas Yoga. Tarik nafas dalam-dalam, tahan 10 detik, dan keluarkan. Namun hasilnya nihil. Semakin lama nafasku tambah kian memberat saja. Dan aku pun baru menyadari bahwa kandungan oksigen di dalam goa ini sangatlah tipis.
Dengan terengah-engah kami segera melakukan instalasi. Teknik instalasi pertama gagal. Lalu pendamping menyarankan agar kami mencari lobang-lobang di sekitar tempat kami berpijak untuk digunakan sebagai penahan. Setelah ketemu, kami langsung melakukan instalasi ulang. Namun instalasi kedua juga kurang bisa dipercaya oleh pendamping. Dan kami pun harus melakukan instalasi ulang lagi. Setelah sekian lama berusaha, akhirnya instalasi kami berhasil.
Satu-persatu dari kami mulai turun ke dasar goa dengan memasangkan oval screwcarabiner, dan figur ke carmantel. Saat turun, hati terasa berdebar-debar menggelegar. Seru campur kalut. Dalam teknik rapling, memang dibutuhkan keterampilan khusus untuk berjalan menghindari dinding goa agar tidak terbentur. Namun karena kurang pengalaman, akhirnya aku pun juga merasakan bagaimana fakta yang terjadi ketika tulang betis bertemu dengan dinding goa. Linu tak karuan.
Sesampainya di dasar, aku langsung menuju tempat dimana anak-anak yang lain beristirahat. Kulihat muka mereka yang kacau dan diam membisu. Beginilah efek yang terjadi ketika kita kekurangan oksigen. Mendadak bodoh tanpa alasan. Peristiwa seperti ini dapat kita samakan dengan fenomena fatamorgana di tengah lautan pasir atauhipotermia pada suhu rendah. Kabur, kepala terasa pening, kadang berhalusinasi dan tak ingin ngapa-ngapain. Yang ada dipikiran hanya ingin cepat-cepat pulang.
Urat-urat otak juga sudah mulai menyundul-nyundul seperti ingin keluar. Mengkerut dan menggembung. Rasanya seperti migrain.Tapi yang ini migrain-nya menyerang seluruh kepala. Inilah pengalaman pertamaku dalam hal kekurangan oksigen. Butuh 5 jempol bahkan 10 jempol untuk menggambarkan kesan yang aku rasakan selama mengalami efek dari kekurangan oksigen. Namun bagi penderita penyakit asma, 10 jempol bahkan 20 jempol tidaklah cukup untuk menggambarakan kesan yang mereka rasakan ketika asma-nya sedang kambuh. Hanya saja kalau jempolku menghadap ke atas semua, jempol mereka justru sebaliknya, semuanya menghadap ke bawah.  
Kepala pening dan nafas yang tersengal-sengal adalah bagian awal dari rangkaian cerita penelusuran goa ini. Karena kami masih baru saja sampai di titik awal penelusuran goa. Dengan dibekali oksigen yang menipis, kami harap perjalanan selanjutnya tetap aman-aman saja. Selang beberapa waktu, kami tiba di sebuah aliran air. Menurut cerita dari kelompok Alpha. Aliran air ini dalamya setinggi dagu orang dewasa. Tak bisa dibayangkan bagi mereka yang tidak bisa renang seperti aku. Untung saja dinding-dinding goa di sekitar aliran air itu sedikit bersahabat.
Dengan mengaitkan kaki dan tangan ke dinding goa kami berusaha berjalan untuk menelusuri aliran air. Namun di tengah perjalanan, tiba-tiba ada seorang teman yang panik. Kami ikut panik. Kelihatannya dia baru saja terpeleset ketika mengaitkan kaki ke dinding goa dan hampir tenggelam. Untung saja tragedi ini dapat segera diatasi. Sehingga perjalanan kami dapat segera dilanjutkan.
Setelah keluar dari lorong yang penuh air, kami istirahat. Sungguh istirahat yang memilukan. Sunyi senyap. Terkadang hanya terdengar suara sepatah dua patah kata dari pembicaraan teman-teman. Itupun hanya terjadi secara singkat dan dengan volume suara rendah. Dan setelah itu, sunyi kembali lagi menghampiri kami. Perjalanan pun akhirnya berlanjut. Namun kami banting setir, berputar arah kembali menuju tempat pertama waktu penurunan tadi dengan jalur yang berbeda. Kami tidak melakukan penelusuran goa terlalu dalam. Karena dikhawatirkan di dalam lorong goa sana tidak ada oksigen.
Goa ini ternyata hampa. Di sepanjang perjalanan, kami tidak sedikit pun menemui ornamen-ornamen stalagtit ataupun stalagmit yang unik dan indah. Dinding-dinding goanya pun juga terkesan seperti lumpur semua. Kata pendamping, goa ini memang goa mati. Adanya oksigen dalam goa ini berhubungan erat dengan adanya air. Jika di dalam goa ini tidak ada air. Mungkin dapat diprediksi, bahwa malam ini aku tidak akan berdiri membatu disini.
Tak beberapa lama kemudian, akhirnya kami tiba di tempat awal saat penurunan. Dan inilah waktunya bagi kami untuk naik ke atas goa menggunakan teknik prusikan. Teknik prusikan adalah teknik yang digunakan untuk naik atau turun menggunakan tali. Masing-masing dari kami harus memasangkan 2 buah tali prusik terlebih dahulu kecarmantel. Satu untuk prusik badan yang dikaitkan ke oval/delta screw. Sedangkan yang satu lagi untuk prusik kaki yang sudah disambung dengan sling webbing untuk dijadikan sebagai tumpuan kaki saat naik. Dan terakhir jangan lupa untuk memasangkan 2 buah carabiner yang telah disambung dengan tali prusik ke carmantel sebagai ­back up badan kita..
Satu-persatu dari kami mulai naik. Ada yang naik dengan lancar, namun ada juga yang mandeg di tengah-tengah tali. Tapi dengan usaha ekstra dan dukungan dari teman-teman, akhirnya kami semua bisa melakukannya. Setelah semuanya sudah berada di atas, kami langsung bergegas melucuti carmantel, padding, dan matras. Selanjutnya kami melakukan perjalanan kembali untuk pulang ke camp.
Kami sampai di camp pukul 03.30 pagi. Sesampainya disana, terlihat teman-teman dari kelompok Alpha sudah tidur semua. Mereka tidur begitu pulas hingga terdengar suara-suara dengkuran timbul tenggelam dari kejauhan yang tak diketahui siapa empunya. Selesai berganti pakaian, kami pun langsung tidur. Kali ini aku tidur di dalamdome. Karena sleeping bag-ku raib. Entah siapa yang memakai. Kucari di tenda-tenda dome tidak ada. Kusoroti teman-teman lain yang sudah tidur, kelihatannya mereka juga tidak ada yang memakai sleeping bag-ku. Dan akhirnya malam ini kuputuskan untuk tidur di dalam tendadome saja. Untung suhu di daerah ini tidak terlalu dingin. Sehingga aku juga dapat tertidur pulas tanpa bantuan sleeping bag.
Hari Minggu pagi, aku bangun pukul 06.15. Keluar dari dome,kulihat teman-teman yang lain sudah duduk manggut-manggut di depan kompor gas. Lalu aku pun dipanggil salah seorang temanku untuk membantu mengambilkan air di rumah pak RT.  Aku langsung tancap gas mengambil 3 botol aqua besar yang tak berisi dan langsung menuju ke rumah pak RT. Sesampainya di rumah pak RT, bau-bau seperti minyak gas mulai tercium. Aku jadi teringat dengan air kemarin yang aku minum. Baunya juga seperti ini.
Selesai mengisi air, kami pulang. Kami mulai masak pagi. Ada yang menanak nasi, mengiris wortel, buncis, sosis, dan ada juga yang menyerut jagung. Karena semakin lama semakin banyak teman yang membantu memasak, aku pun pindah tempat. Bukannya berbuat sesuatu, tetapi aku malah tertidur pulas.
Pagi berlalu. Aku dibangunkan teman-teman. Kata mereka masakan sudah hampir siap. Dan kami langsung membeber matrasseperti biasanya. Menyebar nasi dan lauk pauk di atas matras yang sudah diberi kertas minyak. Aku mengambil posisi pojok karena sepiring omelet berada di dekatku. Setiap lauk habis, teman di sampingku lah yang bertugas membagi omelet tersebut. Setiap kali temanku membagi satu omelet, tangan-tangan jail yang kelaparan mulai berebut mengais-ngais omelet yang dilempar tadi. Dan dalam waktu sekejap omelet tersebut lenyap. Semakin lama kami seperti ayam yang sedang diberi makan. Aku pun tak tahan menahan tawa.
Selesai acara makan, seharusnya kegiatan kami adalah caving ceria. Namun karena waktu sudah menunjukkan pukul 10.40, akhirnya kami memutuskan melakukan persiapan untuk pulang. Ada yangchecklist alat, membongkar dome, packing-packing, dan aku sendiri juga sibuk menjemur obat-obatan yang terkena air waktu penelusuran goa tadi malam. Sebenarnya obat-obatan tidak boleh dijemur matahari langsung. Tapi bagaimana lagi. Daripada obat-obatan tersebut menjadi bubur sumsum lebih baik jadi keripik saja.


Foto ceria. Kegiatan kami selanjutnya adalah foto ceria. Meskipun caving ceria dibatalkan, tapi untuk foto ceria sunnah mu’akad hukumnya.. Namun saking cerianya kegiatan ini, malah aku yang jadi kena imbasnya. Aku diikat pada sebuah pohon, diberi sampah, difoto. Tapi untung saja tidak dibakar hehe… Setelah diikat, aku di tinggal pergi. Seperti kacang lupa kulitnya. Tapi aku mendapatkan hoki sekali lagi. Ternyata masih ada yang mau membantuku untuk melepaskan tali-tali yang mengikat kaki dan tanganku. Terima kasih sebelumnya.
Waktu menunjukkan pukul 12.30. Kami langsung bergegas menuju perkampungan untuk menunggu truk tiba. Aku duduk di dekat sebuah pohon kelapa dan setumpuk kayu yang dijemur. Karena udara yang panas ditambah tiupan angin yang sedikit membawa kesejukan, akhirnya pun aku ketiduran.
Truk tiba pukul 1 siang lebih. Truk yang sama seperti pemberangkatan kemarin. Terpalnya pun belum dicopot dari atas truk.  Karena takut pengap, kami pun menggulung sedikit lebih maju terpal tersebut. Nah, akhirnya aku bisa melihat pemandangan luar truk. Tapi baru saja setengah perjalanan, hujan melai turun. Reda lagi, Hujan lagi. Hingga sampai sekretariat MPA Jonggring Salaka hujan tak mau mengalah untuk berhenti.
Kami berbondong-bondong membawa carrier masing-masing untuk dimasukkan ke dalam aula UKM. Setelah itu, evaluasi besar dimulai. Evaluasi berlangsung hingga adzan isha’ telah berlalu. Selesai evaluasi, kami langsung melaksanakan kegiatan cuci-cuci alat. Cuci-cuci alat berlangsung hingga larut malam. Dan untuk malam ini, aku putuskan untuk tidur di aula UKM bersama teman-teman. Letih dan lesu. Sungguh hari-hari yang melelahkan. Namun hari-hari seperti inilah yang bakal aku rindukan. Semoga saja suatu hari nanti aku bisa merasakan lagi bagaimana alam semesta ini menunjukkan kedahsyatannya. Terima kasih Tuhan. Terima Kasih Jonggring Salaka. Dan terima kasih kawan-kawanku semua. Hidup SPARTAN !!!

Tidak ada komentar

Tidak ada komentar :

Posting Komentar