Pengenalan Divisi Gunung Hutan ke Gunung Welirang
Hujan lebat disertai angin, bergemuruh pada siang itu, Jum’at, 15 Februari 2013. Mereka seakan menyambut keberangkatan kami dalam rangka melaksanakan kegiatan pengenalan divisi Gunung Hutan ke Gunung Welirang. Seperti biasanya, sebelum pemberangkatan dimulai, kami “angkatan 32” beserta pendamping mengadakan upacara pemberangkatan terlebih dahulu dan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Jonggring Salaka. Suasana begitu ricuh waktu itu karena suara kami bertabrakan dengan suara deru hujan yang meliuk-liuk di luar aula.
Setelah upacara selesai, truk pun datang. Dengan iringan air hujan kami bergegas ke dalam truk dengan membawa carrier masing-masing. Setelah semua carrier dan peserta naik ke dalam truk, kami pun berangkat. Kulihat jam di tangan, waktu sudah menunjukkan pukul 14.00. Padahal seharusnya pemberangkatan dimulai sekitar pukul 13.00. Selain karena faktor cuaca, budaya jam karet juga menjadi salah satu penyebabnya. Molor dan molor.
Truk melaju kencang. Tak banyak yang bisa kami lakukan. Kami hanya diam menonton turunnya hujan dari dalam truk yang beratapkanterpal. Aku pun hanya terpaku membisu di dekat tumpukan carrier.Seharusnya aku bisa melihat rute perjalanan dari atas truk seperti perjalanan-perjalanan sebelumnya. Tapi ternyata hujan menghapuskan niatku.. Rasanya tidak karuan. Sesak dan tak puas sama sekali.
Perjalanan memakan waktu 1 jam lebih. Dan akhirnya,sampailah kita pada desa terakhir. Waktu masih menunjukkan pukul 15.10. Teman-teman mulai sibuk menurunkan carrier. Setelah semua selesai, kami melakukan pemanasan terlebih dahulu sebelum berangkat. Pukul 16.00 kami mulai bergerak. Kami jalan satu-persatu berdasarkan kelompok masing-masing. Aku mendapatkan kelompok pertama, sehingga posisiku adalah paling depan.
Sepanjang perjalanan, kami disuguhi oleh hamparan tanaman-tanaman atau lebih tepatnya hamparan sayur mayur yang membentang luas hingga ujung lahan perkebunan itu tidak terlihat karena tertutup oleh kabut. Disana ada tanaman kentang, wortel, sedikit tomat, kembang kol, dll. Tapi yang paling dominan adalah wortel dan kentang. Ada banyak tanaman wortel yang berserakan tak terurus. Tangan-tangan jail kami tak bisa diam dan memaksa mengais wortel-wortel tersebut untuk dimakan. Rasanya agak pahit di lidah. Kelihatannya wortel ini belum begitu matang ketika tercabut dari tanah.
Hari mulai gelap, kami segera mengeluarkan senter danheadlamp masing-masing untuk safety. Udara malam khas gunung tropis juga mulai menusuk badan. Nyala headlamp ku mulai meredup. Baterainya habis. Jalan di depan kaki ku agak kabur, kadang aku tersandung oleh kayu-kayu roboh yang berserakan. Udara semakin dingin. Kami belum mencapai camp pertama. Di tengah-tengah perjalanan, seorang pendamping mengalami asma. Untung saja, pendamping lainnya mulai menetralisir suasana.
Pukul 19.35, kami tiba di camp pertama. Tapi camp pertama ternyata telah dipakai oleh pendaki lainnya. Sehingga kami harus mencari tempat sendiri untuk dijadikan tempat istirahat. Kami harus menebas ilalang dan semak-semak belukar. Tebas dan tebas. Setelah dirasa sudah cukup, kami langsung mendirikan dome. Ada 4 dome yang kami dirikan. Salah satu dome, frame nya patah. Sehingga tidak layak huni. Itulah gubug derita. Tetapi, dome ini masih bisa digunakan. Walaupun dengan sedikit perasaan was-was ketika hujan mulai turun. Air hujan akan tembus dan merembes masuk ke dalam dome. Sehinggadome ini tidak layak huni disaat sedang turun hujan.
Pendirian dome telah selesai. Saatnya mempersiapkan makan malam dan membereskan carrier yang berantakan, kemudian menutupnya dengan ponco agar tidak basah terkena embun gunung dan hujan. Makan sudah siap. Untung kami membawa bekal masing-masing untuk satu kali makan. Bekal ini sangatlah membantu, ketika lapar dan lesu sudah mulai meradang dalam tubuh kami. Setelah acara makan-makan selesai, kami semua langsung beranjak tidur. Kegiatan evaluasi dan koordinasi dibatalkan karena hujan. Dan waktu sudah menunjukkan pukul 23.30. Ini memang sudah saatnya kami untuk istirahat.
Keesokan harinya, kami bangun pukul 05.30 pagi. Acara pagi ini adalah masak dan beres-beres dome. Kami masak rame-rame. Dengan canda gurauan teman-teman, kegiatan memasak ini jadi semakin mengasyikkan. Waktu pun tidak terasa juga semakin cepat. Dan masakan kami akhirnya selesai. Ada omelet, oseng buncis, oseng kangkung, dan masih banyak lagi. Makan pagi pun segera dilaksanakan.
Kopi hangat, teh, dan susu menjadi sajian penutup makan pagi kali ini. Setelah selesai, kami segera membereskan dome dan barang-barang untuk dimasukkan ke dalam carrier. Matras, baju, celana, dan kaos kaki yang dijemur di semak belukar juga sudah mulai diambil oleh pemiliknya. Pukul 09.30 kami memulai pemanasan untuk persiapan pergerakan.
Pukul 09.45 kami memulai pergerakan. Jalanan semakin menanjak dan menanjak. Terkadang kaki rasanya seperti menyeret beban berat. Terkadang juga, kaki melangkah seenaknya sendiri tak mengikuti tuannya. Kepala mulai pusing. Penglihatan jadi kabur. Pundak terasa linu. Semuanya menyatu dalam alunan gerakan kaki dan tangan serta bayang-bayang dari puncak Welirang. Setelah beberapa kali rest,akhirnya kami tiba di sebuah tempat yang dinamakan Taman Edelweiss.Tapi sayang, bunga-bunga abadi itu telah mengering. Waktu kami kurang tepat untuk menikmati indahnya pancaran keabadian dari bungaEdelweiss.
Rest kali ini, lumayan agak lama. Sekitar setengah jam, kami dapat beristirahat melepas lelah sambil membuka camilan dan minuman. Di sela-sela istirahat, aku mencoba memajamkan mata sejenak. Berharap dapat sedikit mengobati keletihan dan kelesuan yang sedang menerpa. Tapi aku tak bisa. Lelah dan letih ini sudah terlalu jenuh untuk di istirahatkan. Akhirnya, aku mencoba minum kapsul penambah darah. Satu kapsul sudah cukup untuk mengobati tubuh yang lemah. Dan ternyata rasanya enak.
Waktu untuk rest sudah habis. Kami melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan, kami melewati hutan yang tidak begitu rimbun, namun cukup gelap. Dari kejauhan terlihat seperti goa. Kami juga melintasi jalan setapak yang di bawahnya terdapat ngarai. Dari jalan itu, kami bisa melihat Gunung Kembar di seberang sisinya.
Perjalanan terus berlanjut. Dan akhirnya kami sampai di campkedua pukul 14.30. Rencana nge-camp di tempat biasanya harus dibatalkan karena ada pendaki lain yang sudah menempati. Pendaki tersebut adalah pendaki yang kami temui kemarin malam saat di camppertama. Mereka adalah pendaki dari luar negeri. Berhubung mereka yang tiba terlebih dahulu di camp kedua, jadi kami harus mengalah. Kami nge-camp di tempat yang agak jauh dari puncak Welirang.
Sesampainya di camp kedua, kami langsung bergegas mendirikan dome dan mulai memasak. Dikhawatirkan hujan akan turun lebih cepat karena awan mendung telah menggantung di langit. Angin juga sudah mulai berhembus dan membawa hawa dingin pegunungan. Kabut mulai merusak pandangan mata. Tak beberapa lama kemudian, akhirnya hujan mulai turun. Kami semua panik. Ada yang masuk ke tenda dome. Dan ada juga yang menyelesaikan masakan. Namun aku memilih masuk ke tenda dome. Udara dingin khas gunung disertai dengan baju basah karena hujan ditambah dengan dome yang sedikit bocor sungguh sangat menyiksa. Tapi untung aku sudah mengambilsleeping bag. Barang inilah yang aku gunakan sebagai penghangat kaki.
Tak beberapa lama kemudian, teman-teman yang lain juga ikut masuk ke dalam tenda yang aku masuki. Mereka juga sama-sama basah. Kami semua menggigil kedinginan. Bahkan ada seorang teman kami yang terkena hipotermia karena udara pegunungan yang semakin membeku. Tenda kami juga semakin sempit karena banyak yang memasuki. Tapi semakin banyak anak yang memasuki tenda, akan membuat suasana dalam tenda akan semakin hangat, meskipun di luar sedang hujan lebat.
Hujan sudah tinggal gerimis. Satu persatu dari kami sudah mulai keluar dari tenda. Ada yang bergegas membantu teman yang sedang memasak. Dan ada juga yang hanya sekedar duduk-duduk menikmati dinginnya udara sore itu sambil menunggu kopi hangat dari para juru masak. Sore itu memang sungguh dingin. Suhunya kuperkirakan bisa mencapai 100 C. Tapi itu hanya perkiraan saja, bukannya sebuah kepastian.
Gerimis semakin rapat. Masakan juga sudah matang dan menunggu untuk dihidangkan. Namun, kami makan di tenda masing-masing. Karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan untuk makan rame-rame di luar tenda ataupun di dalam satu tenda dome. Kami bertujuh diberi jatah 1 nesting. Dalam nesting tersebut ada bermacam-macam lauk. Tahu tuna, tempe goreng, ikan asin, sayur kangkung, dan juga sambal. Sungguh makan malam yang lezat.
Makan malam selesai dan kami siap-siap untuk tidur. Tapi ternyata malam ini ada evaluasi. Evaluasi dilaksanakan pukul 21.15 hingga pukul 23.00. Pelaksanaan evaluasi berjalan secara kondusif. Walaupun di temani dengan udara dingin yang begitu mencekam. Selesai evaluasi, kami langsung membereskan carrier, peralatan masak dan juga bahan masakan. Untuk carrier yang tidak mempunyai rain cover dimasukkan ke dalam gubug derita. Sedangkan yang lain ditutupi oleh ponco agar tidak basah terkena air hujan. Dan tepat pukul 23.00 kami merobohkan tubuh untuk istirahat dan untuk menyatu dengan malam. Semoga tidur kami kali ini dapat mengobati lelah dan letih setelah seharian melakukan perjalanan.
Hari terakhir, aku bangun lebih awal. Aku diberi mandat untuk membangunkan teman-teman pukul 04.30 pagi. Karena kami akan melakukan summit attack. Setelah bangun, kami mulai mempersiapkan berbagai alat yang dibawa untuk summit attack. Seperti kompas,webbing, protaktor, dan peta. Dan tidak lupa kami juga membawa bekal makanan ringan dan camilan untuk dimakan saat tiba di puncak nanti.
Perjalanan untuk summit attack dimulai pukul 05.15. Kami berbaris rapi seperti biasanya berdasarkan kelompok. Di sepanjang perjalanan menuju puncak kami disuguhi dengan ceceran belerang dan pohon cantigi di kanan kiri jalan. Pohon cantigi merupakan pohon penjaga bagi para pendaki. Buah dan pucuk daunnya dapat dimakan ketika pendaki kehabisan bekal logistic. Pohon cantigi bercirikan pucuk daunya berwarna merah jambu.
Setelah meliuk-liuk melewati jalan yang berkelok-kelok, kami akhirnya sampai di camp kedua yang seharusnya menjadi tempat kami untuk nge-camp. Disana terlihat ada sebuah tenda dome warna kuning milik pendaki kemarin malam yang kami temui di camp pertama. Selesai melihat-lihat kami bergegas menuju ke puncak.
Sesampainya di puncak, kami langsung berfoto ria. Foto sana, foto sini, semuanya tak luput dari jepretan para anggota pubdekdok. Terlihat nan jauh di balik gunung terdapat kepulan asap belerang yang penuh eksotik dan mematikan. Di sisi lain juga terdapat danau setengah kering yang pinggirannya terdapat karya seni para pendaki berupa kumpulan batu-batu yang di bentuk seperti nama ataupun love. Danau tersebut sifatnya tidak permanen. Karena hanya dapat terisi disaat hujan turun saja. Sedangkan saat musim kemarau, danau tersebut juga akan ikut kering.
Setelah berfoto-foto, kami berkumpul untuk melakukan upacara penutupan.n Kemudian kami melantunkan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Mars Jonggring Salaka di atas puncak Welirang secara khidmat. Setelah upacara selesai, kami bergegas untuk turun. Materi dari pendamping tidak diberikan karena kabut mulai memenuhi puncak Welirang. Kabut tersebut membawa hawa yang tak bersahabat. Dingin menusuk tulang.
Pukul 07.25 kami melakukan perjalanan pulang menuju camp.Di perjalanan pulang, kami bertemu dengan para penambang belerang. Mereka sungguh manusia yang luar biasa. Mereka mampu berjalan 90 km naik gunung dan turun gunung untuk menambang belerang dan membawanya ke desa. Hidup itu memang sebuah perjuangan. Karena tanpa perjuangan kamu tidak akan merasakan bagaimana indahnya hidup ini.
Seusai pulang dari puncak, kami langsung memasak dan membereskan dome. Semua carrier dan matras dikeluarkan untuk di jemur. Setelah masakan matang, kami segera makan rame-rame. Untuk kali ini, lauk yang dominan adalah mie dan ikan asin. Karena ulah ikan asin inilah, kami semua diserbu oleh bala tentara lalat hijau.
Semua carrier dan matras telah kering dan siap untuk dipacking. Setelah semua selesai, kami melakukan pemanasan untuk pergerakan turun. Pergerakan turun dimulai pukul 09.33. Untuk pergerakan turun kami jarang rest. Dikarenakan hujan turun ketika sampai di camp pertama. Pergerakan turun ini jadi terasa berat karena turunnya hujan. Tidak jarang kami kepleset dan jatuh akibat dari tanah yang berlumpur.
Saat tiba di kebun wortel, hujan mulai reda. Kami segera melucuti ponco karena sudah terasa pengap. Namun setelah ponco kami copot, hujan mulai mengguyur lagi. Kami sudah malas untuk membukaponco lagi. Alam memang senang bermain dengan kita.
Hujan tiada berhenti walaupun kami telah sampai di tempat peristirahatan. Sambil menunggu truk datang, sebagian dari kami ada yang ganti baju dan makan bekal logistic yang tersisa. Dan tak beberapa lama kemudian, rejeki pun datang. Apel sekantong plastik besar, roti dan juga gorengan menghampiri kami meminta untuk dimakan. Ini adalah anugrah dari Allah SWT. Disaat tubuh lemah tak berdaya ada-ada saja rejeki yang mau menghampiri kami.
Pukul 16.00 truk pun tiba. Kami pun segera bergegas membawacarrier masing-masing untuk dibawa ke dalam truk. Setelah semuanya masuk ke dalam truk, truk pun mulai melesat meninggalkan desa bumiaji. Kulihat dari dalam truk, hujan tetap dalam siaga 1. Tak mau berhenti menghujani kami.
Akhirnya kami tiba di sekretariat Jonggring Salaka pukul 18.15. Setelah tiba di sekretariat, kami disuguhi angket. Angket itu berisi mengenai kesan dan pesan kami selama melakukan perjalanan ke Gunung Welirang. Serta prosentase ketertarikan kami pada divisi Gunung Hutan. Setelah mengisi angket aku pun bergegas pulang untuk mempersiapkan diri menghadapi kegiatan esok hari yang lebih baik lagi. Sekata… Sehati… Setujuan…
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)



Tidak ada komentar :
Posting Komentar